Libur di hari “Fitri” rasanya memang moment yang tepat untuk melihat penderitaan para nelayan yang ada di desa kelahiranku. Waktu singkat itu aku coba pergunakan untuk melihat keadaan masyarakat yang kini sudah berstatus sebagai “Mantan nelayan”.
Mungkin keadaan seperti ini sudah menjadi hal biasa bagi sebagian masyarakat nelayan disalah satu daerah di Kepulauan Riau, tempat dimana aku lahir dan kini duduk berbincang bersama dengan para orang tua yang dulunya bekerja sebagai nelayan. Ironis memang tapi itulah kenyataan. Padahal hari masih pagi, namun mereka yang dulunya berstatus sebagai nelayan, kini hanya bisa berkumpul bersama rekan-rekan mereka, untuk menunggu para penumpang yang ingin menggunakan jasa dan membawakan barang-barang bawaan saat mau menyeberang kepulau tetangga, atau juga membawakan barang para penumpang yang baru saja datang datang menginjak pulau ini.
Demikianlah saat 1 Oktober 2005 tiba, saat kenaikan BBM resmi diumumkan, kini para nelayan itu tak sulit melaut lagi. “Biaya beli bensin lebih mahal ketimbang hasil tangkapan yang akan diperoleh”, seperti itulah kiranya kenang para “Aktivis nelayan” itu. Dan memang, kenangan itu kini hanya bisa dirasakan tanpa mereka dapat berbicara banyak dengan para pembesar daerah ini yang baru beberapa bulan saja dilantik. Mungkin karena latar belakang mereka yang umumnya kebanyakan tidak bersekolah, sehingga keinginan mengungkapkan segala permasalahan yang dialami, jadi terhambat. Padahal dipelabuhan tempat para “Mantan nelayan” itu duduk “Mangkal” menunggu jasa barang bawaan, para pejabat hilir mudik setiap hari kerja, karena memang pelabuhan kecil itu digunakan menyeberang untuk mencapai ibukota kabupaten tempat dimana para wakil rakyat ngantor. Dan memang para petinggi yang berdomisili daerah ini harus memakai kapal laut lagi sekitar 1 jam ke pulau seberang untuk melakukan aktivitas kerja.
Sebenarnya permasalah nelayan yang ada dinegeri ini sangat kompleks, terkadang keadaan ini terjadi tidak hanya berasal dari pemerintah terkait yang kurang memperhatikan mereka akan tetapi permasalahan para nelayan itu terkadang muncul dan dibuat oleh mereka diri sendiri. Fenomona ini tak boleh berlarut, lalu apa yang harus kita dilakukan ? Kepada para petinggi negara dan daerah, mari bersama mencari solusi.